LENSA, MAKASSAR – Aksi demonstrasi yang melibatkan koalisi masyarakat sipil bersama Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) dengan tajuk ‘Indonesia Gelap’ berlanjut ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Demonstrasi ini digelar menolak sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai semakin jauh dari prinsip keadilan sosial, demokrasi hingga kesejahteraan masyarakat.
Di Kota Makassar sendiri, pada Selasa (18/2/2024) sore, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam AMPERA Sulsel menggelar aksi unjuk rasa di Jalan AP Pettarani, Kecamatan Rappocini. Aksi ini diwarnai dengan penutupan jalan dari arah Sultan Alauddin menuju Fly Over, dan mengakibatkan kemacetan panjang.
Dalam demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” ini, para mahasiswa ikut membakar ban bekas sambil berorasi dari atas mobil kontainer yang ditahan. Mereka menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat, utamanya soal efisiensi anggaran.
Jenderal Lapangan aksi, Assidik Warista mengatakan, demonstrasi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
“Kami pada hari ini melakukan aksi demonstrasi karena ada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang adanya efisiensi anggaran,” tutur Assidik.
Ia menyoroti terkait dampak kebijakan tersebut, terutama pada sektor pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
“Efisiensi anggaran itu merupakan bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah. Yang di mana pemerintah hari ini memangkas atau memotong anggaran di setiap kementerian atau lembaga, khususnya di bidang pendidikan,” bebernya.
Menurut Assidik, pemotongan anggaran ini akan berdampak pada sektor ekonomi dan kesehatan masyarakat. Apalagi, kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai tidak merata di Kota Makassar.
“Makanan gratis ini di wilayah Kota Makassar itu kemudian tidak merata sepenuhnya karena hanya ada di beberapa tempat, dan itu menjadi kekecewaan kami juga ke pemerintah pada hari ini,” ungkapnya.
Selain itu, dampak dari efisiensi, lanjut Assidik, dalam bidang pendidikan, mahasiswa juga khawatir kebijakan ini akan menyebabkan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi.
Dampaknya adalah semakin meningkatnya pengangguran karena akan banyak masyarakat tidak bisa mengakses perguruan tinggi. Sebagaimana diketahui, kebanyakan lowongan pekerjaan mempersyaratkan karyawannya minimal memiliki pendidikan S1.
“Kalau pemerintah pada hari ini memangkas anggaran di bidang pendidikan, maka berpotensi pihak kampus menaikkan uang kuliah tunggal. Dampaknya akan semakin sulit masyarakat dengan ekonomi ke bawa untuk menyekolahkan anaknya di kampus-kampus,” ucapnya.
Adapun mahasiswa yang tergabung dalam aksi ini mengajukan beberapa tuntutan, di antaranya menolak efisiensi anggaran karen bukan solusi, meminta pemerintah mentikan perampasan ruang hidup masyarakat, copot Menteri ESDM yang kontroversial, hapuskan multi fungsi ABRI dan cabut instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. (*)
Comment