DPRD Makassar Minta Pemilihan RW Ditunda, Ini Alasannya

LENSA, MAKASSAR — Ketua DPRD Kota Makassar, Supratman, melayangkan kritik keras terhadap pelaksanaan pemilihan ketua rukun warga (RW) yang dinilai masih menimbulkan kegaduhan di sejumlah wilayah.

Dalam rapat paripurna bersama pemerintah kota, Selasa (25/11/2025), ia menegaskan bahwa DPRD tidak boleh dipolitisasi dan meminta pemerintah kota segera menata ulang mekanisme pemilihan.

Supratman menilai banyak persoalan teknis dan indikasi tekanan politik yang muncul di tingkat kelurahan.

Ia menyebut para lurah kerap merasa tertekan saat didatangi pihak tertentu yang dianggap mewakili Wali Kota Makassar.

“Begitu ada orang tertentu datang, lurah langsung gemetar karena dianggap itu orangnya Wali Kota. Kami paham dinamika seperti itu,” ujarnya.

Menurut Supratman, kondisi politik Makassar masih sensitif pascapilkada terakhir.

Dengan perolehan suara Wali Kota yang hanya sekitar 51 persen, ia menilai pemilihan RW semestinya menjadi ruang pemersatu, bukan memperlebar jarak pilihan politik masyarakat.

“Kita harus satukan. Tidak ada lagi merah, hijau, atau kotak-kotak politik. Kalau DPR saja pecah, bagaimana masyarakat?” katanya.

Ia juga menyoroti laporan adanya intimidasi terhadap calon ketua RW serta dugaan ketidakadilan administrasi.

Beberapa warga mengaku dipersulit saat mengurus legalisir ijazah, sementara pihak tertentu justru dipermudah.

Bahkan sejumlah pelayanan dilakukan hingga larut malam.

“Ini butuh ketegasan. Jangan orang lain dipersulit, sementara yang dekat dengan kekuasaan dimudahkan,” ujarnya.

Selain itu, Supratman menilai keberpihakan aparat kelurahan tampak jelas, termasuk dalam proses verifikasi domisili yang berbeda-beda antarwilayah.

Kondisi tersebut, menurutnya, berpotensi menimbulkan kecurigaan dan merusak kepercayaan publik.

Ia menyatakan penundaan pemilihan adalah opsi terbaik demi menjaga kualitas dan integritas proses.

Indikasi ketidaksiapan juga terlihat dari kertas suara yang belum selesai dicetak, struktur panitia yang belum jelas, serta proses penunjukan panitia yang dinilai tidak transparan.

Supratman turut menyoroti belum adanya desain kotak suara dan kekhawatiran terkait pemanfaatan anggaran sebesar Rp5 miliar.

Ia menilai anggaran tersebut berpotensi tidak tepat sasaran jika pemilihan tetap dipaksakan.

“Kami menyetujui anggaran karena menganggap kecamatan dan kelurahan sudah siap. Tapi faktanya, kelurahan justru sibuk mengurus calon tertentu, bukan kepanitiaannya,” tegasnya.

Di akhir penyampaiannya, Supratman kembali menegaskan agar pemilihan RW dilaksanakan secara netral, berkualitas, serta mematuhi aturan yang berlaku. (*)

Comment