Wagub Sulsel: Literasi Digital Adalah Benteng Perlindungan Anak di Era Siber

LENSA, MAKASSAR — Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Fatmawati Rusdi, menegaskan pentingnya literasi digital sebagai benteng perlindungan anak dari ancaman dunia siber. Hal itu disampaikannya saat membuka kegiatan Fasilitasi Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas, di Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Makassar, Senin (16/6/2025).

Mengangkat tema “Klik Aman, Anak Nyaman: Bijak Gawai, Cerdas Online”, kegiatan ini turut dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid.

“Perempuan adalah tiang negara, madrasah pertama bagi anak-anak. Ketika perempuan melek digital, mereka tidak hanya melindungi keluarganya, tapi juga membangun bangsa,” tegas Fatmawati dalam sambutannya.

Ia menekankan bahwa derasnya arus teknologi membawa peluang sekaligus risiko, terutama bagi anak-anak yang tumbuh dalam ekosistem digital yang belum sepenuhnya aman. Oleh karena itu, perempuan dinilainya harus menjadi garda terdepan dalam membentuk ketahanan digital keluarga.

Fatmawati juga mengapresiasi kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat literasi digital, utamanya bagi perempuan dan anak. Ia menyebut gerakan ini sebagai bentuk konkret menciptakan ruang digital yang aman dan beretika.

“Program ini sangat strategis. Para ibu bisa menjadi pendidik sekaligus pelindung digital anak-anak mereka,” ujarnya.

PP Tunas: Komitmen Negara Lindungi Anak di Ruang Digital
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyampaikan bahwa Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Tunas, yang mengatur tanggung jawab platform digital dalam melindungi anak-anak di ruang siber.

“PP Tunas adalah wujud nyata komitmen negara. Perlindungan anak di dunia digital tak hanya soal aturan, tapi juga soal kolaborasi,” ujar Meutya.

Ia menyoroti pentingnya pembatasan akses platform digital bagi anak-anak, termasuk kemungkinan penerapan aturan pembatasan penggunaan gawai selama jam sekolah di Sulsel.

“Kami ingin membuka diskusi di Sulsel—apakah memungkinkan anak-anak tidak menggunakan gadget saat sekolah. Ini demi konsentrasi belajar dan keselamatan mereka,” imbuhnya.

Meutya juga menegaskan bahwa platform digital wajib tunduk pada regulasi di Indonesia. Pemerintah, kata dia, telah memblokir sejumlah konten berbahaya, termasuk konten berbau kekerasan, pelecehan, hingga komunitas sedarah.

Perempuan Jadi Agen Perubahan Digital
Kepala BPSDM Kominfo-Digital, Bonifasius Wahyu Pudjianto, turut menggarisbawahi peran vital perempuan dalam membangun lingkungan digital yang aman bagi keluarga.

“Anak-anak kita kini hidup di dunia yang berbeda—di balik layar ponsel ada risiko serius seperti perundungan, penipuan, hingga eksploitasi anak,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa sepanjang 2021–2023 tercatat 431 kasus eksploitasi anak di ruang digital. Data ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk segera bertindak.

“PP Tunas bukan sekadar regulasi, tapi tonggak penting membangun ekosistem digital sehat. Dan perempuan punya peran strategis sebagai agen perubahan,” jelasnya.

Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah narasumber nasional dan lokal, di antaranya Wicaksono (Tenaga Ahli Kemenkomdigi), Naoemi Octarina (Ketua TP PKK Sulsel), dan Citra Rosalyn (Japelidi & Dosen UNM), serta dipandu oleh psikolog Ananda Zhafira, pendiri Bermakna Psychological Center. (*)

Comment