Kejati Sulsel Diminta Periksa Eks Ketua DPRD Tator Welem Sambolangi Cs Terkait Kasus Korupsi ART

ilustrasi.

LENSA, MAKASSAR – Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan (Laksus) Muhammad Ansar, mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel memeriksa mantan Ketua DPRD Tator periode 2019-2024, Welem Sambolangi terkait kasus dugaan korupsi anggaran rumah tangga (ART) pimpinan DPRD. Selain mantan Ketua DPRD, Kejati juga diminta memeriksa dua unsur pimpinan lainnya.

“Tidak boleh ada pihak yang kebal dari pemeriksaan. Termasuk mantan pimpinan DPRD (Welem Sambolangi) dan dua wakil ketua lainnya,” kata Ansar, Kamis (24/7/2025).

Dua Wakil Ketua DPRD Tator periode 2019-2024 yakni Yohanis Lintin Paembonang dan Evivana Rombe Datu. Welem sendiri saat ini menjabat Bupati Mamasa. Ia terpilih untuk periode 2024-2029.

Sementara Evivana terpilih kembali menjadi anggota DPRD Tator periode 2024-2029.

Menurut Ansar, Welem Cs memiliki keterkaitan dengan kasus ini. Pasalnya, ia menjabat pada periode 2019-2024. Kejati kata Ansar penting untuk mengambil keterangan Welem, Yohanis dan Evivana agar kasus ini dibuka terang benderang.

“Kita minta semua pihak diperiksa. Tidak boleh ada yang terkesan kebal hukum,” tandasnya.

Kasus dugaan korupsi anggaran rumah tangga pimpinan DPRD Tator mengemuka sejak 2024 lalu. Kasus ini ditindak lanjuti Kejati Sulsel atas laporan dari sejumlah lembaga.

Diduga terjadi penggelembungan anggaran dalam pos ART pimpinan DPRD. Sejumlah pihak diduga ikut menikmati aliran dana tersebut.

Ansar mengemukakan, penyelidikan yang tidak menyentuh semua simpul masalah justru berpotensi melemahkan kepercayaan publik. Ia juga mengingatkan bahwa Laksus akan terus mengawal proses ini sebagai bagian dari kontrol sosial.

“Semua yang terindikasi menerima manfaat atau mengambil keputusan dalam proses anggaran wajib dimintai keterangan. Ini bukan sekadar tanggung jawab hukum, tapi juga tanggung jawab moral di hadapan rakyat,” ujarnya.

Ansar menegaskan, Kejati Sulsel harus memperlihatkan keseriusan dengan langkah-langkah konkret dan progresif, bukan hanya pernyataan normatif. Ia menyebut bahwa penyidikan bisa dilakukan paralel, tanpa harus menunggu terlalu lama untuk menetapkan tersangka jika alat bukti sudah cukup.

“Lembaga hukum tidak boleh terjebak dalam permainan waktu. Kalau bukti cukup, segera naikkan ke penyidikan dan tetapkan pihak yang bertanggung jawab. Jangan biarkan publik berpikir bahwa hukum bisa dinegosiasi,” pungkas Ansar. (*)

Comment