Ribut-ribut Soal RT/RW, Ketua DPRD Makassar Usul Pemilu Ditunda

LENSA, MAKASSAR – Ketua DPRD Makassar Supratman mengusulkan agar Pemilu RT/RW ditunda dahulu.

Politisi Nasdem ini melontarkan kritik keras terkait proses pemilihan RT/RW yang kini menuai kegaduhan di sejumlah wilayah.

Dalam rapat paripurna bersama pemerintah kota, Supratman menegaskan bahwa DPRD tidak bisa dimainkan secara politis dan meminta pemerintah lebih tegas dalam menata penyelenggaraan pemilihan agar tidak memicu konflik horizontal di masyarakat.

Menurutnya, banyak persoalan teknis dan indikasi tekanan politik yang terjadi di tingkat kelurahan. Supratman mengungkap, para lurah kerap merasa takut ketika didatangi pihak tertentu yang dianggap sebagai representasi dari Wali Kota.

“Begitu ada orang tertentu datang, lurah langsung gemetar. Karena dianggap itu orangnya Wali Kota. Kami paham dinamika seperti itu,” kata Supratman, pada sela-sela rapat di Kantor Sementara DPRD Makassar, Selasa (25/11/2025).

Supratman menilai kondisi politik Makassar masih sensitif pasca-pilkada terakhir. Ia mengingatkan bahwa ada 49 persen warga yang memiliki pilihan berbeda dengan wali kota saat ini.

Karena itu, kata dia penyelenggaraan pemilihan RT/RW semestinya menjadi ruang pemersatu, bukan justru memperlebar sekat.

“Kita harus satukan. Tidak ada lagi merah, hijau, atau kotak-kotak politik. Kalau DPR saja pecah, bagaimana masyarakat?” tegasnya.

Supratman juga menyoroti laporan intimidasi terhadap calon RT serta ketidakadilan dalam proses administrasi.

Ia menyebut beberapa warga dipersulit saat mengurus legalisir ijazah, sementara pihak tertentu justru dipermudah. Bahkan ada kejadian hingga larut malam di kelurahan hanya untuk mengurus berkas.

“Ini butuh ketegasan. Jangan orang lain dipersulit, sementara yang dekat dengan kekuasaan dimudahkan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keberpihakan aparat kelurahan terlihat jelas, termasuk saat verifikasi domisili yang berbeda-beda antarwilayah. Menurutnya, proses seperti ini rawan menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan publik.

Olehnya, Supra sapaan akrabnya menegaskan penundaan lebih baik dilakukan demi menjaga kualitas dan kepercayaan publik terhadap proses pemilihan.

Supratman mengungkapkan beberapa alasan ketidaksiapan tersebut, di antaranya kertas suara yang belum selesai dicetak, panitia pelaksana yang belum jelas strukturnya, hingga proses penunjukan panitia yang dianggap tidak transparan dan diragukan independensinya.

Dirinya juga menyoroti belum adanya desain kotak suara serta kekhawatiran terkait penggunaan anggaran Rp5 miliar yang dinilai berpotensi tidak tepat sasaran jika pemilihan tetap dipaksakan. (*)

Comment