Musda Golkar Sulsel Belum Jelas, Pengamat: Ada Peluang Politik Baru Pasca Taufan Pawe

Bendera Golkar.

LENSA, MAKASSAR – Pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan hingga kini belum ada kejelasan. Padahal, masa jabatan Ketua DPD I Golkar Sulsel, Taufan Pawe, akan segera berakhir pada November 2025.

Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, menilai situasi ini membuka peluang politik baru dan bisa dimanfaatkan oleh kandidat tertentu.

“Saya kira tentu ini akan menjadi peluang bagi kandidat tertentu, karena otomatis ketika jabatannya berakhir bisa jadi akan ditunjuk pelaksana sambil menunggu Musda. Dan bisa jadi kemudian pelaksanaan inilah yang menentukan model atau ruang persaingan yang terjadi,” ujar Andi Ali Armunanto, Jumat (7/11/2025).

Menurutnya, jika masa jabatan Taufan Pawe berakhir tanpa adanya perpanjangan atau surat keputusan pelaksanaan Musda dari pengurus pusat, maka otomatis kepengurusan DPD I Golkar Sulsel akan berstatus vakum.

“Dalam artian begini, ketika Taufan Pawe masa jabatannya berakhir dan tidak ada perpanjangan ataupun surat keputusan dari pengurus untuk pelaksanaan Musda, maka otomatis kepengurusannya vakum. Oleh karena itu, pasti akan dibentuk pelaksana harian untuk Golkar,” lanjutnya.

Ali menjelaskan, penunjukan pelaksana harian atau pelaksana tugas (PLT) nantinya bisa berpengaruh terhadap dinamika dan arah politik Golkar Sulsel.

“Kenapa saya bilang ini akan mempengaruhi kompetisi politik? Karena kemudian pelaksana harian ini bisa saja mempengaruhi proses-proses politik yang terjadi selama Musda. Itu bisa jadi misalnya, kalau Nurdin Halid ditunjuk dari pusat menjadi PLH atau PLT, maka itu justru akan memberikan keuntungan atau siapapun misalnya,” jelasnya.

Meski demikian, ia menyebut masih ada kemungkinan Taufan Pawe mendapatkan perpanjangan mandat hingga Musda dilaksanakan.

“Ini tergantung dari relasi-relasi politiknya nantinya. Bisa juga Taufan Pawe mendapatkan perpanjangan mandat sampai Musda dilaksanakan,” tambahnya.

Andi Ali menilai hal ini bisa jadi mencerminkan adanya tarik-menarik kepentingan di internal Golkar.

“Kita tidak tahu ya, apakah memang agenda dari pusat seperti itu atau memang ada setting untuk hal-hal seperti ini. Tapi yang saya mau bilang, bahwa penundaan Musda ini juga akan mempengaruhi dinamika organisasi Golkar,” ungkapnya.

Ia mengingatkan, semakin lama dinamika tersebut berlangsung, maka gesekan internal juga akan semakin kuat.

“Misalnya, semakin panjang dinamika di Golkar Sulsel, sebenarnya semakin kencang pula gesekannya. Dan itu bisa berimplikasi pada munculnya faksi-faksi atau klan dalam partai itu sendiri,” jelasnya.

Menurutnya, gesekan yang terlalu lama berpotensi memunculkan emosi antarkader dan mengganggu soliditas partai.

“Dinamika yang terlalu berlarut-larut bisa menimbulkan gesekan yang lama, membentuk emosi di antara kader, dan mempengaruhi cara mereka berinteraksi. Itu tentu menjadi hal yang tidak baik bagi organisasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ali menilai penundaan Musda juga bisa mempengaruhi konsolidasi Partai Golkar dalam menghadapi Pilkada serentak tahun 2029 mendatang.

“Kalau dinamikanya terlalu panjang dan berlarut-larut, bisa saja Musda baru dilaksanakan tahun depan. Ini akan menyebabkan gesekan yang terlalu lama dan mempengaruhi psikologi kader di dalam Golkar,” ujarnya.

Ia menambahkan, faksi-faksi yang muncul di internal partai akan membuat proses konsolidasi semakin sulit.

“Banyaknya pecahan atau faksi di internal partai akan menyulitkan proses konsolidasi, dan tentu ini akan berpengaruh terhadap kesiapan menghadapi 2029,” tuturnya.

Di sisi lain, Ali menyebut saat ini hanya ada dua figur lokal yang berpotensi kuat menggantikan Taufan Pawe pasca berakhirnya masa jabatannya.

“Untuk saat ini kan cuma ada dua yang berpotensi, Ilham Arief Sirajuddin dan Appi. Jadi, memang dua nama itulah yang saat ini terlihat berpeluang,” pungkasnya. (*)

Comment