UMMA Dorong Pajaga Ada’ Bangkit di Era Digital

Foto bersama Tim PKM UMMA dengan Pengurus Inti LSB Pajaga Ada' usai pelaksanaan Workshop Akhir Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat di Sekretariat LSB Pajaga Ada', Kamis (14/08/2025).

LENSA, MAROS — Di sebuah bangunan sederhana, yakni di Sekretariat Lembaga Seni Budaya (LSB) Pajaga Ada’, Jalan Badaruddin Dg. Lira, suasana tampak berbeda pada pertengahan Agustus lalu. Pajaga Ada’, yang selama ini dikenal menjaga tradisi dan warisan budaya lokal, kini mulai menapaki jejak baru: bertransformasi ke dunia digital.

Semua itu berawal dari tangan dingin para dosen Universitas Muslim Maros (UMMA) melalui program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) yang dibiayai oleh Kemendikti Saintek. Mereka hadir bukan sekadar berbagi teori, tapi juga membawa harapan agar lembaga seni ini bisa bersaing di panggung yang lebih luas.

“Dalam mengembangkan usaha, kita harus jeli melihat peluang. Teknologi, termasuk digital marketing, bisa jadi pintu besar untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Tapi teknologi secanggih apapun tidak akan berarti tanpa SDM yang siap dan terampil,” ujar Yulianti, S.Pd, Ketua LSB Pajaga Ada’, saat menyambut tim PKM.

Program penguatan ini berlangsung dalam tiga tahap. Pada sesi pertama, Yuni Kartini, S.M., M.M., dosen UMMA, membedah pentingnya manajemen SDM. Ia menekankan bahwa setiap organisasi memiliki karakter berbeda dan harus dikelola dengan tepat.
“Manajemen organisasi itu bukan sekadar struktur di atas kertas. Harus ada perencanaan yang jelas, pengorganisasian yang rapi, pelaksanaan yang terukur, dan pengawasan yang konsisten. Itulah POAC—fondasi bagi lembaga agar bisa bertumbuh,” jelas Yuni di hadapan peserta.

Memasuki tahap kedua, giliran Dr. Syamsul Bakhtiar Ass, S.E., M.M., Ketua Tim PKM, memberi sentuhan digital. Ia mengajak peserta membuka mata pada potensi besar media sosial.

“Hari ini, sebagian besar orang menghabiskan waktunya di internet. Kalau seni dan budaya tidak ikut masuk di sana, kita akan kehilangan generasi penikmat baru. Media sosial bisa jadi panggung murah, efisien, tapi dampaknya luas,” terang pria yang akrab disapa Tiar ini.

Workshop terakhir menghadirkan Abdillah SAS, S.Kom., M.Pd., dosen Ilmu Komputer Universitas Bosowa, yang menekankan pentingnya brand lembaga melalui media digital.

“Website itu wajah resmi lembaga. Sementara desain konten lewat aplikasi seperti Canva membuat promosi lebih kreatif dan menarik. Dengan cara itu, Pajaga Ada’ bisa tampil profesional sekaligus tetap menjaga identitas budayanya,” tegas Abdillah.

Bagi Pajaga Ada’, ini bukan sekadar pelatihan. Ini adalah langkah awal untuk menyatukan kearifan lokal dengan teknologi. Dari Maros, karya seni dan budaya Bugis bisa menggema hingga ke belahan dunia lain.

“Pengabdian dosen bukan hanya di ruang kuliah, tapi juga hadir langsung di tengah masyarakat. Inilah wujud nyata dari ilmu yang bermanfaat,” pungkas Tiar menutup kegiatan.

Kini, wajah-wajah anggota Pajaga Ada’ tampak lebih percaya diri. Mereka sadar, menjaga tradisi tak berarti menolak modernitas. Justru dengan teknologi, warisan budaya bisa semakin abadi. (*)

Comment