LENSA, MAKASSAR – Wakil Presiden Republik Indonesia 2004-2009 dan 2014–2019, Jusuf Kalla (JK) tidak terima tanah yang dibeli puluhan tahun lalu diusik oleh pihak lain. Alasan itulah, dia turun langsung meninjau lahan seluas 164.151 meter persegi yang diklaim sebagai miliknya itu di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Rabu (5/11/2025) pagi.
JK hadir didampingi CEO PT Hadji Kalla, Solihin Jusuf Kalla dan Direktur Dinance dan Legal Kalla Group, Imelda Jusuf Kalla. Adapun lahan tersebut belakang berpolemik setelah PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk ikut mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya.
Setibanya di lokasi, pria kelahiran Watampone, Bone 15 Mei 1942 itu menyempatkan berbincang-bincang penjaga lahan. Ia juga melihat beberapa sisi lahan yang sementara dalam proses pemadatan timbunan.
“35 tahun lalu saya sendiri yang beli dan tidak ada (pernah bermasalah). Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD, tidak,” tegas JK di hadapan wartawan.
Ia mengatakan, tanah tersebut telah dimiliki secara sah usai dibeli dari ahli waris Raja Gowa dan tidak pernah bersengketa selama ini. Nama Manyombalang yang muncul dalam gugatan, menurutnya bukan pihak yang berkaitan langsung dengan PT Hadji Kalla.
Menurutnya, sengketa dua pihak yang tidak ia ketahui di atas lahannya miliknya disebut sebagai suatu rekayasa dan permainan dari salah satu pihak tersebut.
“Karena yang dituntut Manyombalang. Itu penjual ikan, masa penjual ikan punya tanah seluas ini. Jadi itu kebohongan rekayasa macam-macam. Itu permainan Lippo itu,” ungkapnya.
Menurut JK, klaim tersebut tidak masuk akal dan diduga merupakan rekayasa yang melibatkan kepentingan bisnis besar. Ia melihat adanya pihak yang mencoba mengambil alih aset secara tidak sah dengan memanfaatkan celah hukum.
“Jadi jangan main-main di sini, di Makassar ini,” tegasnya.
Atas kejadian ini, JK menegaskan bahwa Makassar bukan tempat untuk permainan hukum, terlebih kepada mereka pihak luar yang ingin menguasai lahan secara sepihak di daerah ini.
“Karena kita punya, ada suratnya, sertifikatnya. Tiba-tiba diajukan mengaku, itu perampokan namanya,” tuturnya.
JK menyebut tindakan GMTD mengklaim lahan tersebut sebagai bentuk perampokan karena PT Hadji Kalla memiliki dokumen resmi dan sah. Klaim pihak lain tanpa dasar bukti hukum yang kuat dianggap suatu pelanggaran serius terhadap hak kepemilikan.
Ia juga menjelaskan, tanah tersebut dibeli langsung dari pemilik sebelumnya. Untuk itulah, JK menduga ada pihak yang memanipulasi dokumen untuk menggandakan kepemilikan tanah, sehingga menimbulkan sengketa.
“Dia (GMTD) belum datang ke Makassar, kita sudah punya. Kalau begini, nanti seluruh kota dia akan mainkan seperti ini, perampokan seperti ini,” tutur JK.
JK khawatir jika praktik semacam ini dibiarkan, maka kasus serupa akan menular ke wilayah lain. Tindakan itu, lanjutannya, sebagai bentuk perampasan hak milik yang berpotensi mengganggu ketertiban hukum dan investasi di daerah.
Tak hanya itu, JK menilai, bila perusahaan besar seperti PT Hadji Kalla saja bisa diklaim sepihak, maka masyarakat kecil akan jauh lebih rentan menjadi korban.
“Kalau Hadji Kalla saja mau main-main apalagi yang lain,” ucapnya.
Dasar itulah, JK meminta aparat hukum memberikan perlindungan yang adil kepada setiap pemilik tanah sah.
“Saya juga tidak tahu hukumnya nanti kita ajukan ke mana, mau sampai manapun kita siap untuk melawan ketidakadilan, ketidakbenaran itu,” ujarnya.
Ia menyatakan siap menempuh seluruh proses hukum untuk membuktikan kepemilikan lahan tersebut.
“Pengadilan juga berlaku adil lah, berlaku kebenaran lah. Jangan dimaini,” lanjutannya.
Lanjut, JK juga menuturkan proses hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur, terutama terkait rencana eksekusi lahan.
“Perintah eksekusi dari mana. (Pengadilan). Itu eksekusi harus didahului dengan yang namanya constatering, pengukuran. Mana pengukurannya, mana orang BPN, orang camat dan lurah. Tidak ada semua. Ini penipuan semua,” ujarnya.
Menurut JK, prosedur eksekusi lahan seharusnya melibatkan pihak berwenang seperti BPN, camat, dan lurah setempat. Namun hingga kini tidak ada satu pun dari instansi tersebut yang melakukan pengukuran di lapangan.
“Objek ini saya punya. Salah objek, katanya semua orang, katanya ini dia melawan dengan Manyomballang dan kawan kawan, panggil dia mana tanahmu,” tutur JK.
Ia menuding, klaim salah objek hanyalah alasan untuk membelokkan fakta hukum agar menguntungkan pihak tertentu.
“Saya tidak tahu. Kalau BPN tidak (ada permainan), buktinya BPN tidak ada ukurannya,” kata JK.
Pengusaha sekaligus politisi nasional berdarah Bugis itu mengatakan, jika BPN memang ikut terlibat, tentu sudah ada hasil pengukuran atau berita acara resmi. Namun hingga kini, tidak ada bukti pengukuran yang bisa dijadikan dasar hukum.
“Saya tidak tahu, anda menafsirkan sendiri,” pungkasnya.
Sementara Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika, mengatakan, kliennya adalah entitas bisnis yang berdiri sejak tahun 1952 dan telah beroperasi selama lebih dari tujuh dekade dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Ia menjelaskan, kegiatan di atas lahan seluas 164.151 meter persegi tersebut adalah pematangan dan pemagaran lahan yang rencananya akan dikembangkan menjadi kawasan properti terintegrasi.
Azis mengklaim, lahan tersebut memiliki alas hak resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar pada 8 Juli 1996. Dokumen itu dinyatakan sebagai bukti sah dan memiliki kekuatan hukum penuh atas kepemilikan tanah.
Ia merinci empat bidang tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, yakni HGB No. 695/Maccini Sombala seluas 41.521 m², HGB No. 696/Maccini Sombala seluas 38.549 m², HGB No. 697/Maccini Sombala seluas 14.565 m², dan HGB No. 698/Maccini Sombala seluas 40.290 m².
Selain empat sertifikat tersebut, perusahaan juga memiliki Akta Pengalihan Hak Atas Tanah Nomor 37 tertanggal 10 Maret 2008 seluas 29.199 m². Jika digabung, total keseluruhan mencapai 164.151 meter persegi.
“Klien kami telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1993 dan tidak pernah terputus sampai saat ini,” katanya.
Ia menyebut, perolehan lahan itu dilakukan melalui transaksi jual beli yang sah dengan pemilik sebelumnya. Selain itu, BPN disebut telah memperpanjang HGB atas lahan tersebut hingga 24 September 2036.
“Sejak adanya aktivitas pematangan lahan dan pemagaran yang dimulai pada tanggal 27 September 2025, klien kami mengalami banyak gangguan fisik dari pihak tertentu yang kemudian diketahui pihak tersebut diduga adalah PT GMTD Tbk afiliasi Group Lippo yang juga melakukan klaim atas tanah tersebut,” ungkapnya.
Azis menyebut, ada permohonan eksekusi dari pihak PT GMTD Tbk tertanggal 13 Agustus 2025 yang diajukan kuasa hukumnya. Permohonan itu mencakup lahan seluas 163.362 m² di lokasi yang sama, Jalan Metro Tanjung Bunga.
Permohonan eksekusi tersebut, lanjut Azis, didasarkan pada perkara Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar antara PT GMTD sebagai penggugat melawan Manyombalang Dg Solong dan empat tergugat lainnya.
Namun PT Hadji Kalla menegaskan bahwa pihaknya tidak termasuk dalam perkara itu.
“Pihak PT. Hadji Kalla, BUKAN pihak dalam perkara yang putusan perdata disebutkan di atas. Putusan itu hanya mengikat para pihak yang berperkara serta ahli waris atau penerus haknya,” tutup Azis. (*)
Comment