LENSA, MAKASSAR – Bisnis narkoba masih menjamur di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) seiring meningkatnya permintaan konsumen. Terbukti, dalam beberapa kasus pengungkapan peredaran narkoba tak tanggung-tanggung ada puluhan kilogram barang haram tersebut yang berhasil disita polisi dari tangan para pelaku.
Pada Oktober 2024 saja, Polrestabes Makassar berhasil mengungkap kasus peredaran narkoba jaringan internasional dengan jumlah barang bukti yang berhasil disita dari 6 tersangka sebanyak 30 kilogram sabu dan 8.229 pil mephedrone.
Polisi menyebut jaringan ini melakukan pengiriman narkotika melalui jalur laut dengan menggunakan ekspedisi dari Surabaya ke Sulsel. Dua jenis narkoba tersebut ditaksir mencapai Rp 50 miliar jika berhasil terjual dan berpotensi merusak sekitar 160.000 orang.
Selain itu, Polres Pelabuhan Makassar juga mencatat ada 216 laporan dengan jumlah tersangka 316 orang yang ditangkap sepanjang 2024 atas kasus penyalahgunaan narkoba. Dengan jumlah barang bukti narkoba jenis sabu yang berhasil diamankan sebanyak 6.848 gram atau 6,8 kilogram sabu.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan siknifikan hanya dalam satu tahun, di mana pada 2023, Satnarkoba Polres Pelabuhan Makassar hanya mengamankan 255 tersangka dari total 190 laporan yang diterima, dengan total barang bukti yang diamankan hanya 725 gram sabu.
Selanjutnya, di awal tahun 2025, Satnarkoba Polrestabes Makassar kembali menangkap 3 pria dalam kasus pengedar narkoba di sejumlah wilayah di Sulsel. Dengan jumlah barang bukti yang diamankan sebanyak tiga paket sabu dengan total berat 3,32 kilogram.
Jika narkoba jenis sabu itu terjual diperkirakan nilainya mencapai Rp 4,5 miliar. Ketiga tersangka yang diamankan di wilayah Kota Makassar dan Kota Parepare itu diduga masih bagian dari jaringan internasional. Mirisnya, pelaku menjajakan barang haram tersebut secara terang-terangan lewat media sosial Instagram.
Kondisi yang memprihatinkan ini membuat Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan bereaksi. Ia menyebut, selain melakukan pencegahan dan penindakan terhadap para pelaku, dirinya juga turut mewanti-wanti anggotanya agar tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Iapun mengibaratkan setiap anggota Polisi bagaikan Undang-Undang (UU) yang berjalan. Setiap orang yang sudah berstatus sebagai anggota Polri, di dalam dirinya sudah melekat aturan-aturan yang berlaku. Untuk itu, perilakunya harus dijaga agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat dan merusak citra Polri.
“Makanya saya betul-betul wanti-wanti waktu saya masuk di sini (jadi Kapolda Sulsel), waktu masuk (Kapolda) Sulawesi Utara juga begitu. Poin saya paling penting tidak boleh anggota melakukan pelanggaran, baik disiplin, kode etik, apalagi tindak pidana. Karena polisi itu bagaikan undang-undang berjalan, peraturan pemerintah berjalan, melekat dalam dirinya itu segala macam peraturan,” ujar Yudhiawan.
Jenderal Polisi berpangkat dua bintang itu mengatakan, untuk anggotanya yang terlibat kasus narkoba tidak ada kata toleransi dan dipastikan mendapat sanski tegas seperti Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Alasannya, kata Yudhiawan, cukup jelas dikarenakan secara aturan mereka sudah mengetahui kalau terlibat kasus narkoba merupakan tindak pidana dan ada konsekuensi hukumnya tapi tetap dilakukan.
“Makanya kalau ada anggota-anggota saya terlibat narkoba dipecat, sudah tau salah dipake. Itukan tidak benar, sudah tau salah dipake. Karena itu yang mencoreng citra Polri,” tegas Yudhiawan.
Yudhiawan menuturkan, ketegasan untuk personal kepolisian yang melakukan pelanggaran penting dilakukan. Terlebih di era media sosial sekarang ini, sekecil apapun kasus yang melibatkan personel kepolisian begitu cepat viral dan menutupi aksi-aksi positif institusi Polri, seperti bakti sosial ataupun kegiatan sosial lainnya yang aktif dilakukan.
Salah satu contoh, kata dia, yang baru-baru ini mendapatkan sorotan publik yaitu seorang oknum anggota Polisi yang bertugas di Polres Maros viral di media sosial karena berbuat asusila. Oknum berpangkat Inspektur Dua (Ipda) itu terpaksa harus berurusan dengan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel karena videonya berhubungan badan dengan seorang perempuan yang diketahui istri seorang pengusaha viral.
Meskipun video itu diketahui dibuat saat oknum tersebut masih berpangkat Bintara, Yudhiawan dengan tegas tetap memberikan sanski tegas. Di mana oknum yang diketahui berinisial RN itu sedang diproses oleh Bid Propam Polda Sulsel dan ditahan di penempatan khusus (Patsus).
“Kalau polisi kan cepat sekali (viral). Misalnya polisi memukul, apa yang dilakukan kemarin-kemarin misalnya bakti sosial, turun ke lokasi bencana alam (tertutupi). Apalagi terkait asusila kemarin di Maros, saya tidak mau tutup-tutupi, sekarang masih di sel, padahal dia lakukan itu pada saat masih Bintara. Saya tidak mau tutup-tutupi, apalagi anggota yang terlibat narkoba, kalau ada anggota saya yang terlibat narkoba saya pecat,” ungkapnya.
Diceritakan Yudhiawan, personel Kepolisian yang melakukan penindakan terhadap kasus narkoba memang beresiko tinggi dan rentan melakukan pelanggaran. Personel yang terlibat narkoba juga disebut ada dua macam, pertama mereka menggunakan narkoba dan kedua mereka terlibat dalam kasus tindak pidana narkoba.
Untuk anggota Polisi yang menggunakan narkoba dikatakan, awalnya hanya coba-coba dan lama kelamaan jadi pengedar. Kedua adalah oknum-oknum polisi yang bertugas di lapangan, saat melakukan penindakan oknum tersebut tidak langsung membawa pelaku ke Polda ataupun Polres, melainkan membawa pelaku ke salah satu tempat khusus hingga terjadi pelanggaran.
Yudhiawan menjelaskan, dalam undang-undang narkotika, penyidik kepolisian diberi waktu tiga hari untuk melakukan penindakan atau mengungkap kasus narkoba yang ditanganinya. Waktu tiga hari itulah disebut sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum Polisi nakal hingga ikut terlibat pelanggaran, baik disiplin, etik, maupun pidana.
“Narkoba itu ada dua, pertama polisi terlibat memakai tidak pidana narkoba, kedua polisi melakukan tindak pidana narkoba. Dua-duanya riskan melakukan tindak pidana. Jadi kalau terlibat tindak pidana itu dia memakai lama-lama jadi pengedar, kenapa pengedar karena ujung-ujungnya duit. Kedua polisi melakukan penyelidikan tindak pidana narkoba, ini berdasarkan undang-undang narkotika itu ada waktu tiga hari untuk menyatakan itu bisa naik sidik, kalau terorisme tuju hari, kalau korupsi satu hari,” bebernya.
“Khusus narkoba itu tiga hari dan ini yang biasa disalah gunakan oleh anggota yang tidak berintegritas. Sebelum masuk di polda sini misalnya, dia simpan dulu di rumah (salah satu tempat), diolah di situ, itu anggota yang nakal. Tapi kalau anggota yang bagus, banyak, tiga hari itu dimanfaatkan, dipake untuk keliling cari jaringan pelaku. Banyak kemarin itu di Polrestabes Makassar (diungkap) 30 kilo, kemudian di Barru juga begitu, tiga hari anggota berintegritas komitmen cari jaringan pelaku,” sambungnya.
Tak sampai di situ, wilayah Sulsel juga disebut sejak dari dulu memang menjadi bidikan para pelaku untuk menjalankan bisnis haramnya tersebut. Yudhiawan menceritakan, saat dirinya masih menjabat Kapolrestabes Makassar tahun 2019 lalu, ia pernah mengungkap kasus peredaran narkoba dan mengamankan barang bukti seberat 10 kilogram.
Selain itu, dari data yang ada tindak pidana narkoba di Sulsel juga menduduki peringkat pertama. Bahkan, kata Yudhiawan, 90 persen tahanan di Polda Sulsel adalah kasus narkoba. Permintaan narkoba di Sulsel disebut sangat tinggi dan berbanding terbalik dengan permintaan minuman keras (miras).
“Kebetulan saya pernah jadi Kapolrestabes Makassar waktu itu saya nangkap 10 kilogram, saya tanya pelaku, 90 kilonya di mana, dia bilang sudah menyebar. Jadi 100 kilo, itu kebutuhan Sulsel sebulan dan itu tidak sampai sebulan sudah habis. Di Sulsel ini tidak pidana narkoba menduduki peringkat pertama, dan 90 persen tahanan di belakang di Polda ini kasus narkoba, 75 persen di LP kita di Provinsi Sulsel juga itu adalah narkoba, jadi permintaannya ini sangat tinggi. Tapi kalau permintaan untuk minuman keras sangat sedikit, beda dengan di Sulawesi Utara, permintaan narkoba itu hanya berapa, tapi permintaan untuk cap tikus (miras) wow,” tutur Yudhiawan.
Adapun barang haram tersebut dipasok ke dalam wilayah Sulsel kebanyakan melalui jalur laut. Yudhiawan mengatakan para pelaku melakukan berbagai cara untuk mengelabui petugas yang berjaga di pelabuhan, ada yang menitipkan narkoba di dalam jasa pengiriman mobil ataupun barang-barang lainnya.
Untuk itu menghentikan peredaran narkoba di Sulsel, Yudhiawan bilang telah memerintahkan Polres Pelabuhan Makassar dan Polres Parepare agar lebih memperketat pengawasan, mulai dari penggunaan anjing pelacak hingga pemanfaatan x ray.
“Sekarang (ada) lewat jasa pengiriman paket, terus jasa pengiriman mobil. Saya suruh polres pelabuhan termasuk di pintu masuk di Parepare itu pake anjing pelacak. Jadi biasanya sabu-sabu itu disimpan di ban cadangan, di simpan dalam mobil. Mobil yang dikirim di atas kapal itukan ratusan, biasa juga di taro di mesin, jadi berbagai caralah dilakukan (pelaku) untuk lolos. Di Parepare waktu itu berkali-kali lolos karena tidak ada x ray, permintaan di sini sangat tinggi, permintaan narkoba ini tinggi sekali,” pungkasnya. (*)
Comment