DPRD Makassar Minta Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan RT/RW

LENSA, MAKASSAR — Komisi A DPRD Kota Makassar menyoroti sejumlah persoalan teknis dan administrasi yang dinilai mengancam kelancaran serta kualitas pelaksanaan pemilihan RT/RW. Anggota Komisi A, Tri Sulkarnain, menegaskan bahwa akar masalah bukan hanya terletak pada aturan, tetapi pada ketidaksiapan teknis di lapangan.

Dalam rapat bersama Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Makassar, Tri mengungkapkan bahwa pendataan warga sebagai dasar daftar pemilih masih jauh dari kata optimal. Ia bahkan mencontohkan bagaimana petugas Pj Ketua RT (Pjs) turun langsung melakukan pendataan tanpa dukungan anggaran yang memadai.

“Tidak ada anggaran, tidak ada bensin. Datangi rumah warga, orangnya tidak ada, mau kembali lagi juga sulit. Ini bukan hal sederhana,” ujarnya, Rabu (26/11/2025).

Menurutnya, tanpa dukungan biaya operasional, sangat sulit mengharapkan pendataan yang akurat. Karena itu, lurah pun tak bisa memaksakan kinerja maksimal kepada petugas apabila anggaran tidak disiapkan sejak awal.

“Substansinya ada di situ. Bagaimana pendataan mau benar kalau kondisi di lapangan seperti ini?” tegasnya.

Selain pendataan, Tri juga menyoroti struktur panitia di tingkat kelurahan yang dinilai belum solid. Dalam Perwali yang menjadi dasar pelaksanaan, Babinsa dan Bhabinkamtibmas tidak dapat dimasukkan dalam struktur panitia, padahal keduanya dibutuhkan untuk aspek pengamanan.

Dari sisi anggaran, BPM Makassar menyebutkan total anggaran pemilihan RT/RW berada pada angka sekitar Rp2,3 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp710 juta digunakan untuk sosialisasi dan sebagian lainnya untuk seragam panitia. Namun, anggaran operasional pendataan justru sangat minim.

Kondisi ini, menurut DPRD, semakin memperkuat alasan bahwa pelaksanaan pemilihan berpotensi tidak efektif.

Tri juga menilai adanya ketidaksesuaian antara teori dan realita lapangan. BPM menghitung bahwa pendataan untuk satu RT yang rata-rata memiliki 80–90 KK dapat diselesaikan dalam 10 hari. Namun ia menilai perhitungan itu terlalu ideal.

“Secara teori mungkin masuk akal, tapi di lapangan tidak seperti itu. Pendataan orang bukan hanya soal angka, tetapi tantangan nyata di lingkungan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala BPM Makassar, Anshar, mengakui masih ada sejumlah hambatan teknis yang dihadapi pihaknya. Ia menyebut sosialisasi sudah dilakukan, tetapi berbagai kendala muncul mulai dari terbatasnya waktu, SDM, hingga kondisi kelurahan yang berbeda-beda.

Ia juga menjelaskan bahwa struktur panitia telah dibentuk sesuai Perwali, melibatkan panitia pelaksana, lurah dan staf, serta unsur masyarakat. Namun, aparat TNI/Polri memang tidak dapat dilibatkan secara struktural sebagai panitia.

DPRD menilai bahwa ketidaksiapan pendataan, minimnya anggaran, dan struktur panitia yang belum kuat dapat mengganggu jalannya pemilihan RT/RW, bahkan berpotensi memicu konflik di masyarakat.

Komisi A meminta Pemkot Makassar untuk melakukan evaluasi menyeluruh demi memastikan proses pemilihan berjalan akuntabel, tertib, dan tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.  (*)

Comment