Diduga Lakukan Pemerasan Saat Tangani Kasus Korupsi BAZNAS, Penjabat Kejari Enrekang Dilapor ke Polda Sulsel

LENSA, MAKASSAR – Seorang pejabat di lingkup Kejaksaan Negeri (Kejari) Enrekang dilaporkan ke Polda Sulsel atas kasus dugaan tindak pidana pemerasan. Laporan tersebut dimasukkan oleh seorang mahasiswa bernama La Ode Ikra Pratama (25) di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulsel pada Jumat (28/11/2025) lalu.
Saat dikonfirmasi wartawan, Ikra menjelaskan bahwa laporan tersebut dibuat dengan dasar pidana pemerasan, penyalahgunaan wewenang, dan dugaan korupsi oleh pejabat penegak hukum di lingkup Kejari Enrekang.
Ia menyebut bahwa ada sejumlah warga yang menghadapi perkara hukum di Kabupaten Enrekang  namun dimintai uang dengan janji akan memperoleh keringanan tuntutan atau penghentian proses hukum. Atas dasar itulah, dirinya prihatin dan membuat laporan ke polisi.
Dalam laporannya ke Polda Sulsel, Ikra mengaku turut membawa sejumlah bukti termasuk percakapan permintaan dana dan keterangan para korban, dengan total permintaan dana oleh oknum kejaksaan itu ditaksir mendekati Rp2 miliar.
“Kami minta Polda Sulsel memproses laporan ini secara profesional dan transparan,” harap Ikra, Selasa (2/12/2025).
Ikra menuturkan, dugaan pemerasan itu terjadi selama proses penyelidikan perkara korupsi dugaan pengelolaan dana ZIS BAZNAS Kabupaten Enrekang yang ditangani oleh Kejari Enrekang periode 2024–2025.
Dijelaskan bahwa modus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat kejaksaan tersebut adalah adanya permintaan sejumlah uang secara bertahap pada para korban dan tekanan psikologis.
“Modus pemerasan yang kami dapatkan itu pertama permintaan uang secara bertahap melalui perantara, tekanan psikologis, ancaman proses hukum, dan upaya rekayasa administrasi agar aliran dana tampak resmi,” terangnya .
Adapun mereka yang disebut jadi korban pemerasan itu diantaranya pimpinan BAZNAS Enrekang. Ia disebut jadi pihak yang dipaksa menyerahkan uang dengan total dugaan penerimaan mencapai Rp2.035.000.000.
“Rinciannya yakni Rp 410 juta dari Ketua BAZNAS, Rp 125 juta dari seorang komisioner, dan Rp 1,39 miliar dari mantan Plt Ketua BAZNAS,” paparnya.
Dari kejadian itulah, Ikra berharap laporan yang ditujukan kepada mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Enrekang berinisi PI diproses secara serius.
Sebab dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan penyalahgunaan wewenangnya sebagai pihak yang harusnya profesional menangani setiap perkara hukum.
“Dia (PI) menggunakan jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Enrekang untuk memperoleh keuntungan pribadi dari para Komisioner dan mantan Komisioner BAZNAS Kabupaten Enrekang,” sebutnya.
Ikra juga menjelaskan bahwa pelaporan ini adalah langkah untuk menghentikan praktik mafia hukum yang mencederai integritas institusi penegak hukum.
“Tidak boleh ada lagi pejabat hukum memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi. Kami harap korban lain berani bersuara,” pungkasnya.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto yang turut dikonfirmasi mengenai hal ini mengaku baru akan mengecek laporan tersebut.
“Saya cek dulu belum ada informasi,” singkatnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, yang ikut diwawancara mengatakan pihaknya telah menurunkan Tim Pengamanan Sumber Daya Organisasi (PAM SDO) untuk melakukan klarifikasi internal atas informasi tersebut.
“Kejati sudah melakukan kegiatan PAM SDO. Kami turunkan tim untuk melakukan klarifikasi terkait informasi itu, dan prosesnya sementara masih berjalan,” kata Soetarmi.
Soetarmi menegaskan bahwa Kejati Sulsel akan mengambil langkah tegas jika dalam proses klarifikasi ditemukan adanya pelanggaran etik maupun kedinasan.
“Tentu akan ditindaklanjuti. Apakah nanti dilakukan pemeriksaan atau pengawasan, itu bergantung hasil klarifikasi. Saat ini masih tahap klarifikasi, belum masuk pemeriksaan. Semua akan ditangani sesuai prosedur yang berlaku,” pungkasnya. (*)

Comment