Terima Suap Rp840 Juta Dalam Kasus Baznas, Mantan Kajari Enrekang Ditetapkan Tersangka

Eks Kajari Enrekang, Padeli.

LENSA, MAKASSAR – Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Enrekang yang sekarang menjabat  Kajari Bangka Tengah, Padeli, ditetapkan tersangka Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan korupsi berupa suap. Ia terbukti menyalahgunakan wewenangnya dengan menerima uang saat bertugas di Enrekang.

Penetapan tersangka Padeli diumumkan langsung pihak Kejagung pada Senin (22/12/2025), dan turut dibenarkan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi. Dalam kasus ini, Padeli ditetapkan tersangka bersama seorang dari pihak swasta inisial SL.

“Benar (Padeli) sudah ditetapkan tersangka,” kata Soetarmi saat dikonfirmasi, Senin malam.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Rakyat Sulsel, Padeli diduga menyalahgunakan jabatannya dan tidak profesional dalam menangani perkara hukum berkaitan dengan pengelolaan dana Baznas di Enrekang. Padeli terbukti menerima uang suap hingga mencapai Rp840 juta bersama SL.

Kejagung mulai mengendus praktik melawan hukum yang dilakukan oleh anggotanya ini setelah menerima dan menindaklanjuti aduan dari masyarakat.

Sebelumnya, tersangka Padeli ikut dilaporkan ke Polda Sulsel atas kasus dugaan tindak pidana pemerasan. Laporan tersebut dimasukkan oleh seorang mahasiswa bernama La Ode Ikra Pratama (25) pada Jumat (28/11/2025).

Ikra menjelaskan, laporan itu dibuat dengan dasar pidana pemerasan, penyalahgunaan wewenang dan dugaan korupsi oleh pejabat penegak hukum di lingkup Kejari Enrekang.

Ia menyebut bahwa ada sejumlah warga yang menghadapi perkara hukum di Kabupaten Enrekang namun dimintai uang dengan janji akan memperoleh keringanan tuntutan atau penghentian proses hukum. Atas dasar itulah, dirinya prihatin hingga membuat laporan ke polisi.

Dalam laporannya ke Polda Sulsel, Ikra mengaku turut membawa sejumlah bukti termasuk percakapan permintaan dana dan keterangan para korban, dengan total permintaan dana oleh oknum kejaksaan itu ditaksir mendekati Rp2 miliar.

“Kami minta Polda Sulsel memproses laporan ini secara profesional dan transparan,” ujar Ikra.

Ikra mengungkapkan, dugaan pemerasan itu terjadi selama proses penyelidikan perkara korupsi dugaan pengelolaan dana ZIS BAZNAS Kabupaten Enrekang yang ditangani oleh Kejari Enrekang periode 2024–2025.

Modus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat kejaksaan tersebut adalah adanya permintaan sejumlah uang secara bertahap pada para korban dan tekanan psikologis.

“Modus pemerasan yang kami dapatkan itu pertama permintaan uang secara bertahap melalui perantara, tekanan psikologis, ancaman proses hukum, dan upaya rekayasa administrasi agar aliran dana tampak resmi,” terangnya .

Adapun mereka yang jadi korban pemerasan itu diantaranya pimpinan BAZNAS Enrekang. Korban disebut jadi pihak yang dipaksa menyerahkan uang dengan total dugaan penerimaan mencapai Rp2.035.000.000.

“Rinciannya yakni Rp 410 juta dari Ketua BAZNAS, Rp 125 juta dari seorang komisioner, dan Rp 1,39 miliar dari mantan Plt Ketua BAZNAS,” sebutnya.

Seorang ASN di Kejari Enrekang Jadi Tersangka

Saat kasus ini mencuat ke publik, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel ikut menetapkan satu orang tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) pada BAZNAS Kabupaten Enrekang periode 2021 hingga 2024.

Penetapan tersangka dalam kasus ini dilakukan Tim Penyidik ​​Bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel pada Selasa (2/12/2025) malam. Tersangka itu berinisial SL, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Enrekang yang diperbantukan sebagai arsip aris di Kejari Enrekang.

Perempuan berusia 40 tahun itu ditetapkan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan langsung dilakukan penahanan di Rutan Makassar untuk kepentingan proses penyelidikan.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Didik Farkhan Alisyahdi, menjelaskan penetapan tersangka SL merupakan hasil pengembangan penyelidikan yang dilakukan secara menyeluruh.

“Tersangka SL sebelumnya diamankan jajaran bidang Intelijen Kejati SulSel melalui Tim PAM SDO, yang selanjutnya diserahkan ke bidang Pidsus Kejati Sulsel untuk dilakukan Penyelidikan/Penyidikan,” kata Didik.

Kejati Sulsel disebut terus bekerja secara komprehensif untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk yang berperan dalam upaya menyembunyikan atau memanipulasi pengembalian kerugian negara.

“Total kerugian negara dalam kasus BAZNAS Enrekang ini, yang mencapai Rp 16,6 Miliar, adalah prioritas kami untuk dipertanggungjawabkan di mata hukum. Kami tidak akan berkompromi terhadap setiap perbuatan yang merusak kepercayaan masyarakat, terutama yang melibatkan dana ZIS,” tegasnya.

Modus operandi yang dilakukan tersangka SL adalah menerima sejumlah uang yang berasal dari pengembalian kerugian negara dari para tersangka sebelumnya.

Uang tersebut seharusnya disetor penuh ke Rekening Penyimpanan Lain (RPL) Kejaksaan.
Namun, dari total dana yang dikuasai, ditemukan sejumlah uang sebesar Rp 840.000.000, yang tidak disetor ke RPL. Tersangka SL hanya menyetorkan sebesar Rp 1.115.000.000,00.

Atas perbuatannya, tersangka SL dijerat Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Selain SL, Kejati Sulsel juga telah menetapkan empat orang tersangka lain dalam kasi ini yakni mantan pengurus BAZNAS Kabupaten Enrekang inisial S, selaku Ketua Baznas Kabupaten Enrekang Periode Maret 2021-Juni 2021 dan B selaku Komisioner Baznas Kabupaten Enrekang Periode 2021-2024.

Selanjutnya inisial KL, selaku Komisioner Baznas Kabupaten Enrekang Periode 2021-2024 dan HK selaku Komisioner Baznas Kabupaten Enrekang Periode 2021-2024.

Atas perbuatan para tersangka, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 16,6 Miliar. Keempat tersangka sebelumnya dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dan ditahan di Rutan Kelas II B Enrekang. (*)

Comment