LENSA, MAKASSAR – Komisi Pemilihan Umum (KPU) ikut buka suara terkait tiga anggotanya di Kabupaten Pangkep yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkep atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp554 juta.
Ketiga orang yang ditetapkan tersangka itu masing-masing Ketua KPU Pangkep, Ichlas, Divisi Hukum KPU Pangkep Muarrif, dan Sekretaris KPU Pangkep Agus Salim. Ketiganya diamankan setelah penyidik kejaksaan melakukan pendalaman mengenai pengelolaan dana hibah Pilkada 2024 yang dikelola oleh KPU Pangkep.
Anggota KPU Sulsel, Romy Harminto, saat dikonfirmasi mengenai masalah hukum yang menjerat anggotanya itu mengungkapkan bahwa pihaknya ikut prihatin. Mereka juga menyampaikan menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum (APH).
“Kami (KPU Sulsel) akan menghormati dan menghargai keputusan dari lembaga kejaksaan, itu yang pertama, kami menghargai semua prosesnya,” tegas Romy saat diwawancara, Selasa (2/12/2025) petang.
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini dirinya sedang berada di luar provinsi untuk mengikuti salah satu kegiatan KPU. Untuk itu, Romy menyampaikan bahwa pihaknya baru akan membahas masalah atau mekanisme mengenai anggotanya tersebar saat kembali ke Kota Makassar.
“Nanti pulang rencananya kita mau rapat koordinasi, mau membahas terkait hal ini. Dan apapun itu hasilnya, kita akan sampaikan kepada KPU RI untuk tindak lanjutnya,” kata dia.
Mantan Komisioner KPU Makassar itu menyebut bahwa mengenai pemecatan terhadap dua anggota KPU itu merupakan kewenangan KPU RI, pihaknya hanya memberikan laporan lengkap mengenai permasalahan yang terjadi di KPU Pangkep.
Mekanisme pemecatan pun disebut harus melalui prosedur, sebab harus menunggu putusan resmi atau inkracht dari pengadilan. Sementara waktu, Romy bilang, sementara waktu kemungkinan kedua Komisioner KPU Pangkep itu akan dinonaktifkan.
“Mekanisme sesuai prosedural untuk saat ini, ini bukan dari KPU Provinsi tapi dari KPU RI. Itu bisa ada dua opsi, tetap saja menjadi anggota atau dinonaktifkan sampai menunggu hasil putusan inkracht,” ujar Romy.
“Jadi dasarnya untuk dinonaktifkan atau tidak itu sesuai dengan laporannya KPU Provinsi sebagai atasan dari KPU Kabupaten/Kota. Makanya ini kan masih di Ambon, besok baru bisa balik ke Makassar, jadi setelah kita balik, kita kaji, kita bikin kronologi, kita bikin laporan ke KPU RI,” sambungnya.
Ia juga menyampaikan setelah laporan itu dikirimkan ke KPU RI untuk dipelajari, pihaknya hanya bisa menunggu informasi selanjutnya. Namun, kata Romy, kemungkinan dua komisioner KPU Pangkep yang terlibat kasus korupsi itu akan mengalami nasib yang sama dengan sejumlah Komisioner KPU Kota Palopo sebelumnya.
“Bisa jadi ini hampir sama dengan kasus Palopo, bisa jadi dinonaktifkan, bisa jadi juga tidak. Tapi itu kan dari KPU RI melihat laporan kita nanti,” sebutnya.
Adapun jika nantinya dinonaktifkan, kedua Komisioner KPU Pangkep itu tetap akan mendapatkan gaji dari negara sebelum ada putusan tetap bahwa mereka dipecat sebagai pejabat negara.
“Jalan gajinya, jadi belum (dipecat), dipending, dinonaktifkan dulu. Karena kan kita ini menandatangani berapa dokumen-dokumen negara, sementara kalau dalam bermasalah begini, kita tidak boleh menandatangani dulu. Nanti kalau putusan inkracht, baru mungkin ada pemecatan atau apa,” pungkasnya.
Untuk diketahui, tiga orang pejabat di KPU Pangkep ditetapkan tersangka kasus korupsi dana hibah pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pangkep Tahun 2024, pada Senin (1/12/2025) malam.
Kepala Kejaksaan Negeri Pangkep, Jhon Ilef Malamassam, mengatakan penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, termasuk memeriksa kurang lebih 28 saksi dan 3 ahli.
Jhon menjelaskan, modus operandi yang dilakukan para tersangka adalah kolusi atau persengkokolan dalam pengadaan e-purchasing Dana Hibah Pilkada Tahun 2024.
“Tersangka I dan M, yang tidak memiliki kewenangan dan dilarang terlibat dalam kegiatan pengadaan, memilih dan menunjuk calon penyedia,” jelasnya.
Kemudian AS selaku PPK menindaklanjuti pilihan tersebut melalui E-Purchasing tanpa mengikuti tahapan persiapan yang seharusnya, dan menggunakan dokumen yang dibuat oleh calon penyedia untuk menyamarkan proses negosiasi harga.
“Motif utama para tersangka adalah meminta fee atau timbal balik berupa uang dari para penyedia yang mereka pilih,” ujar Jhon
Dalam kasus ini tim penyidik kejaksaan juga telah melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa uang tunai sebanyak Rp205.645.803. Para tersangka terancam 20 tahun penjara.
Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Terancam 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. (*)
Comment