
LENSA, MAKASSAR — Memasuki triwulan terakhir tahun anggaran 2025, serapan anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar masih berkisar di angka 50 persen.
DPRD Makassar menilai capaian tersebut mencerminkan lambannya kinerja sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Kondisi ini menjadi perhatian serius Komisi A DPRD Makassar setelah melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) selama dua hari, 21–22 Oktober 2025, bersama mitra kerja dari berbagai SKPD.
Anggota Komisi A DPRD Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso, menilai rendahnya serapan anggaran menandakan lemahnya pelaksanaan program pemerintah.
Menurutnya, hal ini berpotensi meningkatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) di akhir tahun.
“Kami melihat serapan anggaran masih kisaran 50 persen. Tidak ada yang menyentuh 80 persen, padahal sudah menjelang November. Pemerintah pusat sudah mengingatkan agar daerah menghindari Silpa besar, karena kalau anggaran tidak jalan, masyarakat yang paling dirugikan,” tegas Andi Hadi, Rabu (22/10).
Ia menambahkan, lambatnya realisasi anggaran menghambat perputaran uang di daerah, padahal hal tersebut menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas ekonomi lokal.
“Kalau perputaran anggaran tidak berjalan, dampaknya langsung terasa pada ekonomi masyarakat. Karena itu kami mendorong agar SKPD mempercepat realisasi program, namun tetap sesuai aturan agar tidak menyalahi regulasi,” lanjutnya.
Komisi A, kata Andi Hadi, telah mengingatkan setiap SKPD agar mempercepat kinerja sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan.
“Percepatan itu penting, tapi jangan dipaksakan dengan melanggar aturan. Harus tetap akuntabel dan tepat sasaran,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Makassar dari Fraksi PKB, Andi Makmur Burhanuddin, menilai rendahnya serapan bukan hanya disebabkan persoalan teknis, tetapi juga lemahnya perencanaan dan koordinasi lintas SKPD.
“Secara umum, monev kami menekankan dua hal: percepatan penyerapan anggaran dan efektivitas program yang berpihak pada masyarakat. Kalau serapan rendah, otomatis program tidak berjalan maksimal,” ujarnya.
Makmur juga mengingatkan agar kegiatan pemerintah kota tidak hanya berfokus pada seremoni, melainkan diarahkan pada program konkret yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Kami berharap momentum HUT Kota Makassar ini jangan hanya diisi kegiatan seremonial, tapi juga diimbangi dengan program nyata yang bisa dirasakan warga. Anggaran harus memberi dampak sosial dan ekonomi, bukan hanya kemeriahan,” jelasnya.
Komisi A DPRD Makassar mendorong agar sisa waktu dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir dapat dimanfaatkan secara optimal.
Setiap SKPD diharapkan memacu pelaksanaan kegiatan, namun tetap menjaga kualitas dan ketertiban administrasi.
“Insyaallah, dua bulan terakhir ini SKPD akan melakukan upaya percepatan setelah monev. Kami dorong agar seluruh program yang belum maksimal segera dimaksimalkan,” ujar Makmur.
Selain itu, Komisi A juga menyoroti keterlambatan penerbitan surat keputusan (SK) tenaga paruh waktu, yang berdampak pada tertundanya pencairan hak-hak pegawai non-ASN.
“Kami berharap SK tenaga paruh waktu segera diterbitkan supaya mereka bisa menerima haknya. Ini penting, karena mereka juga bagian dari roda birokrasi yang menopang pelayanan publik,” tutup Makmur. (*)
Comment