LENSA, MAKASSAR – Annar Salahuddin Sampetoding tegaskan bakal mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, dalam kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Pengusaha dan politisi itu turut terseret dalam kasus ini, bahkan dia disebut-sebut sebagai “otak utama”. Atas dasar itulah, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman vonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Annar.
Walaupun vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Annar tetap ngotot akan mengajukan banding.
“Jadi, saya menyatakan banding Yang Mulia,” ujar Annar dalam sidang yang digelar di PN Sungguminasa, pada Rabu (1/10/2025).
Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny menguraikan bahwa Annar tidak terbukti bersalah atas dakwaan primer JPU. Dakwaan primer JPU yakni pasal 37 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Menyatakan terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai dakwaan ke satu primer penuntut umum. Membebaskan terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding dari dakwaan tersebut,” ungkap Dyan.
Walaupun lolos dari dakwaan primer JPU, Annar tetap dijerat dakwaan subsidair yakni Pasal 37 ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Majelis Hakim menilai Annar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyuruh membeli bahan baku uang palsu.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dengan ganti dengan pidana penjara selama 3 bulan,” tuturnya.
Selain Annar, JPU juga memastikan akan mengajukan banding atas putusan ini karena sangat jauh dari tuntutan mereka. Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi.
“Vonis 5 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dinilai terlalu ringan dan tidak mencerminkan keadilan setimpal dengan perbuatan Terdakwa yang mengancam stabilitas mata uang negara. Oleh karena itu, JPU Kejari Gowa telah menyatakan banding untuk menguji kembali putusan ini di tingkat yang lebih tinggi,” kata Soetarmi.
Ia juga menjelaskan bahwa JPU mendakwa Annar dengan dakwaan primair Pasal 37 ayat (1) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun. Tuntutan 8 tahun diajukan berdasarkan dakwaan primair tersebut.
Kasus ini bermula pada rentang tahun 2022-2023, ketika terdakwa Annar menyuruh saksi sekaligus terpidana dalam kasus ini, Muhammad Syahruna untuk mempelajari cara pembuatan uang rupiah palsu.
Secara bertahap, Annar mentransfer uang dengan total Rp287 juta ke rekening Syahruna untuk membeli seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan. Setelah dibeli, Syahruna membawa semua perlengkapan tersebut ke rumah Annar di Jalan Sunu 3, Kota Makassar.
Pada Februari 2024, Syahruna sempat mencoba alat yang dibeli untuk mencetak poster Terdakwa yang berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Selatan. Selanjutnya, pada Juli 2024, Syahruna mulai mencetak uang palsu pecahan Rp100 ribu, namun hasilnya masih belum sempurna. Terdakwa Annar kemudian meminta Syahruna menghentikan pencetakan dan memusnahkan alat dan bahan tersebut.
Namun, sebelum alat itu dimusnahkan, pada Mei 2024, saksi sekaligus terpidana Andi Ibrahim mengunjungi terdakwa Annar untuk mencari donatur bagi pencalonan dirinya sebagai Bupati Barru.
Terdakwa Annar lantas mempertemukan Kepala Perpustakaan UIN itu, Andi Ibrahim dengan Syahruna untuk membicarakan produksi uang palsu. Setelah pertemuan tersebut, kegiatan pembuatan uang palsu dipindahkan dari rumah terdakwa ke Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
“Sikap banding ini merupakan wujud komitmen Kejaksaan dalam menjaga integritas penegakan hukum dan memastikan bahwa supremasi hukum ditegakkan, khususnya dalam perkara serius yang berkaitan dengan mata uang negara,” kuncinya. (*)
Comment