Pemkot Makassar Larang Tarif Toilet di Pasar Tradisional 

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.

LENSA, MAKASSAR – Pemerintah Kota Makassar resmi melarang segala bentuk pungutan biaya penggunaan toilet umum di seluruh pasar tradisional.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin menegaskan, toilet umum merupakan pelayanan dasar yang harus diakses bebas oleh masyarakat tanpa hambatan biaya.
“Saya minta kepada PD Pasar, seluruh toilet umum di pasar-pasar Makassar tidak boleh lagi bertarif,” kata Munafri, Selasa (29/7/2025).
“Itu fasilitas umum, bukan ruang privat. Tidak boleh ada pungutan, berapa pun itu,” lanjut Munafri.
Larangan tersebut, menurut Munafri, merupakan bentuk respon cepat atas banyaknya keluhan masyarakat terkait biaya penggunaan toilet di pasar.
 Ia menilai, pungutan tersebut tidak hanya mencederai semangat pelayanan publik, tetapi juga berpotensi menurunkan minat warga berbelanja di pasar tradisional.
“Kan masih ada toilet di pasar-pasar yang memungut biaya. Masa iya warga mau ke toilet harus bayar, kalau tidak punya uang bagaimana? Ini tidak boleh lagi terjadi,” ucap Munafri.
Meski demikian, Munafri tetap menaruh perhatian terhadap aspek kebersihan dan pemeliharaan fasilitas tersebut. Ia menekankan  kesadaran menjaga sanitasi tidak harus dibarengi dengan pungutan biaya.
 “Petugas bisa tetap membersihkan, kita anggarkan pemeliharaannya. Yang penting masyarakat paham, jaga kebersihan itu bukan karena dipungut biaya, tapi karena kesadaran,” tutur Munafri.
Kebijakan ini disambut positif oleh Wakil Wali Kota Makassar, Aliyah Mustika Ilham. Ia menilai, kebijakan ini menjadi bagian dari penguatan pelayanan publik yang inklusif dan berkeadilan.
 “Kami ingin masyarakat merasa dihargai saat beraktivitas di pasar. Toilet bukan barang mewah, itu hak dasar setiap orang. Ini juga bagian dari penguatan pelayanan publik yang berkeadilan,” ujar Aliyah.
Pemerintah Kota Makassar akan menindaklanjuti arahan tersebut melalui regulasi resmi yang akan diterbitkan oleh Dinas Perdagangan dan Perumda Pasar Raya Makassar. Petugas pasar juga diminta aktif melakukan pemantauan agar tidak ada lagi praktik pungutan liar di fasilitas umum.
Plt Direktur Utama Perumda Pasar Raya Makassar, Ali Gauli Arief, menyatakan siap menjalankan instruksi tersebut secara langsung.
“Iya, kalau sudah perintah, tidak ada yang susah. Hari ini juga kita jalankan,” tegas Ali Gauli.
Saat ini, Perumda Pasar mengelola 25 pasar di Makassar, yang terdiri dari 18 pasar induk, 4 pasar darurat, dan 3 kawasan PKL (Pedagang Kaki Lima). Seluruh unit ini akan diarahkan untuk menghapus retribusi toilet secara menyeluruh.
Sebagai bentuk komitmen, PD Pasar akan mengirimkan surat edaran kepada seluruh mitra pengelola pasar seperti PT Melati (pengelola Pasar Sentra/New Makassar Mall) dan PT Latunrung (pengelola Pasar Butung). Edaran ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam mewujudkan akses fasilitas publik yang layak dan gratis.
Ali Gauli menegaskan bahwa toilet bersih di pasar mencerminkan kesadaran budaya masyarakat.
“WC itu sebenarnya menggambarkan kondisi budaya lokal. Kalau toiletnya bersih, pasti yang lain ikut bersih. Seperti di rumah kalau WC terawat, biasanya seluruh rumah juga bersih. Jadi ini menyangkut nilai kebudayaan kita di Kota Makassar,” jelas Ali Gauli.
Ia juga mengakui  sistem retribusi toilet sebelumnya merupakan bagian dari ekonomi informal yang berkembang di sekitar lingkungan pasar.
 Namun, ia menyatakan siap melakukan penyesuaian sesuai arahan kepala daerah.
 “Memang retribusi toilet ini sudah lama jadi bagian dari penggerak ekonomi informal di bawah. Tapi kalau sudah ada penyampaian dan perintah resmi dari Wali Kota, ya tentu kita siapkan penyesuaiannya,” tutur Ali Gauli.
“Kita akan buat struktur baru agar tetap bisa berjalan tanpa membebani masyarakat,” sambung Ali.
Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan berjalan optimal, Perumda Pasar akan memperkuat sistem pengawasan. Petugas kebersihan akan dilibatkan secara aktif untuk menjaga kebersihan toilet, tanpa bergantung pada sistem pembayaran.
“Kami akan libatkan petugas kebersihan secara aktif. Ini soal tanggung jawab bersama, bukan hanya karena ada tarif, tapi karena kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat,” tutup Ali Gauli. (*)

Comment